Memahami Fase Pembenihan Udang: Dari Naupli hingga Post Larva
Hatchery udang memiliki peran penting dalam akuakultur, yaitu menghasilkan post larva (PL) yang sehat sebagai dasar keberhasilan budidaya udang. Fase awal kehidupan udang — mulai dari naupli, zoea, hingga mysis — sangat rentan dan membutuhkan pengelolaan yang tepat, baik dari segi nutrisi, kualitas air, maupun cara penanganan. Berikut penjelasan lebih dekat tentang setiap fasenya.

Reproduksi dan Pengelolaan Telur
Reproduksi udang dimulai ketika induk betina melepaskan telur yang kemudian dibuahi secara eksternal oleh induk jantan. Telur-telur ini berukuran kecil, transparan, dan dapat menetas hanya dalam beberapa jam jika berada pada kondisi yang optimal. Induk (broodstock) harus bebas penyakit, memiliki cangkang yang kuat, serta melalui proses desinfeksi yang tepat (misalnya dengan formalin 50–100 ppm selama 1 jam) untuk mencegah penularan patogen. Telur dan naupli kemudian dicuci dengan baik sebelum dipindahkan ke dalam tangki penetasan atau pemeliharaan larva.
Fase Naupli (0–2 Hari)
Naupli adalah tahap larva pertama yang belum bisa makan karena belum memiliki mulut dan saluran pencernaan. Pada fase ini, mereka masih bergantung pada cadangan kuning telurnya sebagai sumber energi. Nauplii akan berganti kulit setiap 3–5 jam dan melewati enam sub-tahap. Selama periode ini, organ-organ dasar mulai terbentuk. Pakan belum diperlukan, namun kondisi air yang stabil sangat penting untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Biasanya, kepadatan tebar pada tahap ini adalah 50–100 ekor per liter.
Fase Zoea (2–5 Hari)
Larva Zoea memiliki tubuh yang lebih memanjang dengan organ tambahan (appendages) yang membantu mereka berenang dan mulai makan. Pada tahap ini, Zoea mulai mengonsumsi pakan alami seperti mikroalga, dan secara bertahap diperkenalkan dengan pakan buatan berupa mikroenkapsulasi berukuran 5–30 µm. Fase ini sangat penting, karena kekurangan nutrisi dapat menyebabkan sindrom Zoea II, yang berhubungan dengan tingkat kematian tinggi. Oleh karena itu, kepadatan partikel pakan yang memadai dan kestabilan parameter kualitas air menjadi faktor kunci keberhasilan.
Fase Mysis (5–8 Hari)
Udang pada fase Mysis sudah mulai menyerupai bentuk udang dewasa dalam ukuran mini, dengan kemampuan berenang dan makan yang lebih baik. Pada fase ini, mereka tetap diberikan pakan alami seperti Artemia yang telah diperkaya, serta secara bertahap dialihkan ke pakan buatan dengan ukuran partikel lebih besar (30–90 µm). Kebutuhan nutrisi meningkat signifikan, yaitu sekitar 50–60% protein, 10–15% lemak, serta asam lemak esensial seperti DHA dan EPA. Pemberian pakan yang tepat sangat penting untuk mendukung energi dalam proses metamorfosis menjadi post larva (PL), sekaligus memastikan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dengan kualitas PL yang baik.
Manajemen Kualitas Air
Larva udang sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air. Kondisi ideal meliputi suhu 28–31°C, salinitas 30–32 ppt, pH antara 7,5–8,5, dan kadar oksigen terlarut di atas 5 ppm. Sementara itu, kadar amonia beracun (NH₃) harus dijaga tetap di bawah 0,1 ppm. Perubahan kondisi yang mendadak dapat menyebabkan stres bahkan kematian massal, sehingga pemantauan kualitas air secara rutin dan konsisten menjadi hal yang sangat penting.
Pilihan Pakan dan Pengganti Artemia
Pakan hidup tradisional seperti Artemia masih banyak digunakan, namun memiliki risiko, misalnya membawa patogen serta kandungan nutrisi yang tidak selalu konsisten. Uji coba terbaru menunjukkan bahwa penggantian sebagian atau seluruh Artemia dengan pakan formulasi berkualitas tinggi dapat secara signifikan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup. Jenis pakan yang digunakan meliputi microencapsulated, micro bound, dan liquid diet yang sudah diperkaya dengan vitamin, asam amino, serta asam lemak esensial.
Transisi ke Fase Post Larva
Setelah melewati fase mysis, larva berubah menjadi PL1 dan biasanya dipelihara di dalam ruangan hingga mencapai PL5, lalu dipindahkan ke bak pendederan untuk dibesarkan lebih lanjut. Manajemen hatchery yang baik, perawatan indukan, kontrol kualitas air, biosekuriti, serta pemberian nutrisi yang tepat akan memastikan dihasilkannya post larva yang kuat, tahan penyakit, dan siap untuk budidaya.
Udang post larva memiliki ketahanan yang lebih baik setelah proses molting karena adanya perubahan fisiologis dan struktural. Saat molting, udang melepaskan karapas lamanya dan membentuk karapas baru yang awalnya masih lunak. Karapas baru ini memungkinkan udang untuk tumbuh dengan menyerap air.
Pemberian nutrisi pada larva laut perlu mempertimbangkan aspek perilaku makan, mekanisme fisiologis, dan kemampuan pencernaan pada hewan target. Fisiologi usus dan enzim pencernaan larva juga mengalami perubahan, dan karena waktu transit pakan di usus bisa sangat singkat, maka tantangan terbesar adalah merancang pakan yang bergizi sekaligus mudah dicerna. Kadar protein optimal dalam pakan larva bisa berbeda tergantung spesies, tahap perkembangan, sumber protein, tingkat kecernaan, serta komposisi asam amino. Selain itu, DHA dan EPA sangat penting untuk pertumbuhan normal dan perkembangan berbagai jenis ikan laut maupun krustasea.
Tahap-tahap hatchery pada udang—mulai dari nauplius hingga mysis—memegang peranan penting dalam membentuk perkembangan awal dan keberhasilan transisi menuju fase dewasa. Setiap tahap memiliki tantangan dan peluang tersendiri, terutama terkait kebutuhan nutrisi dan kondisi lingkungan. Dengan memahami setiap tahap ini, pembudidaya dapat mengoptimalkan kondisi pemeliharaan untuk menghasilkan populasi udang yang lebih sehat, sekaligus mendukung praktik budidaya berkelanjutan secara global.